Oleh : Asharidho Lubis
Sampai hari ini masih sering di jumpai seseorang yang berasumsi, dunia
internet itu adalah dunia maya. Perjumpaan ini bukanlah yang terakhir.
Selama masih ada orang yang belum memperoleh manfaat positif dari dunia
online yang mereka sebut maya itu, mereka tak akan menyadari bahwa hal
itu sangatlah real.
Orang-orang ini
selalu menganggap dunia maya itu dunia antah berantah yang tidak perlu
diperhatikan secara serius. Hal ini tampak dari ungkapan-ungkapan mereka
yang masih menyudutkan perilaku onliner. misalnya ungkapan, “masalah
kayak gitu aja (perilaku di twitter dan facebook) di bahas”.
Boleh saja mereka
tidak memakai (mengenal) tekonologi ini. Bukan berarti dunia online itu
dunia maya, namun sangat real dan pengaruhnya sangat terasa. kita bisa
memperoleh rasa sedih, senang dan uang di sana.
Ada beberapa
kalangan yang hidup dengan memanfaatkan dunia maya. Salah satunya
Derawan, Ibu rumah tangga konvensional. Maksudnya Ibu rumah tangga
profesional karena dia tidak bekerja di kantor. Namun seluruh hidupnya
didedikasikan untuk mengurus keluarga.
Awal tahun 2000an
dia sangat aktif menulis di blog. Rupanya tulisannya sangat menarik para
onliner lain. Dari sini mulai muncul keterikatan pertemanan dengan
saling mengunjungi blog dan meninggalkan sepucuk komentar di sana.
mulailah mereka mengadakan kopdar (kopi darat), pertemuan di warung kopi
atau tempat lain yang disepakati.
Kepopulerannya
terus melesat, karena itu dia mulai mempunyai “massa”. Peluang ini
dilihat para pemilik brand untuk mendukung kampanye program-program yang
sedang dijalankan brand tersebut. Di sela-sela postingan rutinnya,
sekarang sudah ada webtorial di sana. Sejak itu ia dikenal sebagai
blogger berbayar.
Dari sini, ia mulai
diminta untuk menjadi pembicara-pembicara seminar yang membahas tentang
komunitas, tentang bagaimana cara menulis dan bagaimana cara
membranding dirinya maupun hal lain.
Social media terus
berkembang. Munculah twitter. karena ia sudah mempunyai “basis massa”
sebelumnya dengan mudah ia memperoleh follower yang jumlahnya ribuan
dalam waktu singkat. Kembali brand memanfaatkannya sebagai buzzer atau
rainmaker. Setiap kicauan yang ia posting di twitter ia memperoleh
bayaran.
Sekarang ia
memperoleh sebutan baru selebtwit. dan ini makin melambungkan namanya di
“dunia maya” dan dunia realita. Karena ia punya massa dan memahami
perilaku onliner di social media banyak “agency” yang memintanya
bergabung menjadi timnya. Selain berefek ke masalah karir, tentu saja ia
juga mengalami hal-hal personal akibat ia berkiprah di dunia maya
tersebut.
Sampai di sini masih mengganggap dunia maya itu tidak real?
Mungkin perlu
diingatkan lagi, banyak peristiwa besar berawal dari dunia maya. Kasus
koin Prita, koin sastra dan ketika gunung merapi erupsi, seorang seleb
terpaksa telanjang di minimarket atau penculikan abege di facebook dan
lainnya.
Bisa dimaklumi,
kesalahan bukan sepenuhnya pada mereka. Pada saatnya nanti, kelak ketika
mereka telah memperoleh manfaat dari teknologi ini, mereka pasti akan
menyadari bahwa ada dunia lain selain dunia nyata yang dipahaminya
sekarang ini. Dan dunia ini jauh lebih menyenangkan, sangkil dan
mangkus.